LEMBAR
PERNYATAAN
Dengan
ini, saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Firmansyah Ahmad Hotim
NPM : 13413520
Kelas : 2IB01
Jurusan Teknik Elektro
Menyatakan
bahwa makalah saya yang berjudul “ETIKA KEBEBASAN MEMILIH AGAMA DI INDONESIA
DAN PROBLEMATIKANYA” sudah memilih jumlah kata sejumlah 2864 kata dan tugas ini
bukan hasil plagiat.
I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Kita ketahui bahwa hidup sedemikian berarti untuk tujuan tertentu, dengan konsep yang terancang sedemikian rupa untuk menuju kehidupan bahagia dan juga menuju kedamaian dan kesejahteraan, dan untuk menuju tujuan itu semua perlulah suatu keyakinan beragama untuk menjungjung psikologi manusia untuk lebih positif agar terhindar dari sifat menentang dan tidak tahu aturan, pada dasarnya juga agama itu mendatangkan kebaikan. Dalam era modern ini telah banyak bermunculan agama yang kita tahu dan di resmikan oleh pihak pemerintahan itu sendiri, contohnya saja islam, kristen katolik, kristen protestan, budha, hindu, dan sebagainya. Berdasakan suatu pandangan bahwa agama muncul berakar dan menjadi banyak seperti sekarang karena ajaran agama masuk dalam ranah persepsi para pemeluknya (Tajuddin, 2009).
Karena banyak dari manusia berlogika untuk mencari kebenaran maka dari pihak masing-masing pemeluk agamanya berusaha memengaruhi kaum lain untuk memperluas jangkauan agamanya, ini bisa saja membuat konflik eksternal dari beberapa pihak, seiring dengan perluasan banyak agama, ada juga dari kaum tertentu membentuk suatu agama baru, untuk menjungjung nilai kebebasan beragama yang telah pemerintah tetapkan dan atur dalam aturan pemerintahan dan ada pula suatu hukum yang mengatur pengawasan munculnya agama baru dan juga tidak mnegesampingkan suatu nilai tradisi kaum untuk adat setempat, untuk pengaplikasiannya, pemerintahan indonesia tidak terlalu baik untuk mengurusi hal demikian, oleh karenanya akan banyak dampak dari itu semua karena tidak terstrukturnya sistem pendataan dan ketegasan yang jelas terhadap nilai agama, inilah yang akan diangkat dalam penulisan kali ini.
Masalah ini penting untuk dibahas karena Masalah konflik yang sering terjadi antar umat yang mengakibatkan perpecahan karena memilih keyakinan beragama yang sepihak dan diskriminatif atau bahkan rasisme sebagai negara kesatuan inilah yang harusnya dihindari yang bisa merugikan Indonesia itu sendiri oleh karena itu perlulah etika memilih agama yang benar. Dan juga banyak dari warga negara Indonesia yang tak memiliki suatu kejelasan data akibatnya mereka tidak dapat menikah dalam payung data pemerintahan yang sah, dari segi lain juga tidak ada kejelasan untuk memilih agama sebagai masyarakat Indonesia yang baik yang tercantum dalam data pemerintahan.
1.2. Rumusan Masalah
Yang akan di bahas pada pembahasan ini adalah etiak toleransi masyarakat maupun pemerintahan terhadap pemeluk beragama Indonesia yang bermasalah dengan etika agamanya sendiri tetapi berbanding terbalik antara adat indonesia dan peratuaran, dan bagaimana seharusnya hidup beragama dan bagi mereka yang memilih agama tanpa harus ada konflik atau perpecahan yang harusnya etika itu sangat diperlukan didalamnya.
1.3. Tujuan Pembahasan
Untuk memberikan tahapan pengertian tentang pentingnya beragama dan menjaga etika beragama khususnya etika dalam memilih agama dan toleransi terhadap sesasama agama yang sesuai dengan etika di Indonesia. Dan menyadarkan pentingnya toleransi dan perdamaian yang belakngan ini sering terjadi konflik antar umat beragama.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian Agama dan etika
Secara bahasa, agama dikenal dengan 3 macam yakni agama, religi, serta ad diin. Dalam memaknainya ada dua pendapat para ahli yang berpendapat sebagai berikut:
1. Menurut H. Endang Saifudin Ansary dan Faisal Ismail. Ketiganya mempunyai kesamaan, hanya saja berbeda asal bahasanya, yakni agama dari bahasa sansekerta, religi dari Eropa/Inggris sedangkan ad diin dari bahasa Arab
2. Menurut Sidi Gazalba, ketiganya mempunyai perbedaan yakni agama serta religi erat kaitannya dengan Tuhan seangkan ad diin hanya sebatas hubungan manusia dengan manusia.
Menurut Abul A’la Al Maududi menyatakan bahwa agama mempunyai 4 pengertian sebagai berikut:
· Penyerahan diri terhadap sang kuasa
· Penghambaan seseorang yang lemah terhadap yang lebih kuat
· Peraturan yang wajib dipatuhi
· Perhitungan, pembalasan dari perbuatan manusia
Dari beberapa pengertian tentang agama dapat kita ketahui memang agama sangat berkaitan dengan kehidapan sosial pengikutnya, diantara banyak agama di dunia ada pula suatu kaum yang tidak memilih suatu agama satu pun atau yang bisa kenal sebagai atheist (tidak bertuhan). Menurut buku “Ensiklopedi Umum” yang ditulis mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Prof. Abdul Gafar Pringgodigdo (hlm. 102), Ateisme atau biasa disebut juga Atheisme berasal dari bahasa Yunani.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa A berarti tidak ada, dan theos berarti Tuhan. Ateisme ini diartikan sebagai ajaran yang meyakini bahwa tidak ada wujud gaib (supernatural). Sehingga, seorang ateis tidak mengakui adanya Tuhan.
Dan ada pula pengertian atheist yang lain diantaranya menurut situs artikata.com adalah dalam terjemahan bahasa inggris yaitu someone who denies the existence of god yang artinya dalam bahasa indoesia yaitu seseorang yang menyangkala adanya tuhan dan adapula pengertian yang lain yaitu One who disbelieves or denies the existence of a God, or supreme intelligent Being yang memiliki arti Satu yang tidak beriman atau menyangkal keberadaan Tuhan , atau memiliki kecerdasan tertinggi.
2.2 Perbedaan Antara Kehidupan Beragama dan Tidak Beragama
Di Negara Indonesia kita ketahui bahwa pendudukya memiliki banyak sekali memiliki suku dan ras yang berbeda dari setiap daerahnya sehingga memunculkan suatu kepercayaan yang beragam jenisnya dan ini rentan sekali terjadi perpecahan antar umat, karena yang kita ketahui bahwa agama atau kepercayaan termasuk juga yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial anatar masyarakat satu sama lain, Indonesia memang memiliki sejarah yang panjang sebelum terbentuknya Negara Indonesia, dan para pemikir dan perancang bangsa indonesia di jaman dahulu telah mencantumkan suatu dasar negara yaitu berupa ideologi yang di sebut Pancasila, Pancasila ini sebagai landasan ideologis negara yang pada sila pertamanya telah menentukan bahwa Negara Indonesia adalah berlandaskan ketuhan Yang Maha Esa. Yang pastinya sila pertama ini sangat bertujuan untuk membuat masyarakat Indonesia memiliki suatu pedoman hidup yang damai. Selanjutnya dalam butir pertama sila pertama yang memiliki makna sebenarnya adalah sebagai berikut menurut suatu situs yang saya kutip dari www.hukumonline.com dari sesi diskusi yang jawabannya dari Adi Condro Bawono dan Diana Kusumasari Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, memang secara ideologi, setiap warga negara Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan YME dan memeluk suatu agama.
Mungkin sangat sulit bagi mereka kaum atheist untuk bersosial di negara Indonesia karena pada dasarnya juga masyarakat indonesia yang berdaulat yang memiliki ideologi yaitu ideologi pancasila yang didalamnya terdapat norma atau sila pertama yaitu ketuhanan Yang Maha Esa, yang mana mengaharuskan masyarakat indonesia untuk beragama dan setidaknya menyadari keberadaan Tuhan. Dalam pandangan Islam, konsep tauhid bukan hanya terletak pada pengakuan adanya Tuhan Yang Esa saja, tetapi yang lebih pokok adalah penerimaan dan respon cinta kasih dan kehendak Tuhan yang dialamatkan kepada Manusia. (Asep Syaefulloh: 2007).
Meskipun sudah jelas dalam ideologi indonesia terdapat keharusan memiliki suatu agama, menyadari adanya Tuhan Yang Maha Esa, tetapi dalam prakteknya terdapat suatu masyarakat yang tergolong atheist, Dan memang belum ada satu peraturan perundang-undangan yang secara tegas dan jelas melarang dan menentukan sanksi bagi seseorang yang menganut ateisme di Indonesia. Akan tetapi, dengan seseorang menganut ateisme, akan memberikan dampak pada hak perseorangan tersebut dalam hukum. Sedangkan untuk hidup yang sudah beragama di Indonesia terutama termasuk dalam sebagian mayoritas agama yang sah, mereka tidak memiliki masalah dengan kejelasan keyakinan walaupun dalam prakteknya banyak dari sebagian orang agama hanyalah sebuah status belaka dalam data pemerintahan atau hanya sebuah syarat tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ini membuat seakan-akan ada diskriminatif terhadap kaum tertentu terhadap minoritas, ini menimbulkan pembeda antar masyarakat dan dan tidak termasuk dalam hidup beretika, karna hukum adalah hukum dan hukum dasar negara Indonesia adalah pancasila yang hakikatnya tidak dapat dirubah.
Dalam konteks etika kebebasan memilih agama yang bersumber dari kitab yang terpercaya keasliannya yaitu Al-Quran dalam surat yunus 99. “ Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriaman semuanya? “ dalam pedoman tersebut dapat dikatakan bahwa etika kebebasan haruslah tidak dalam konteks pemaksaan dalam memilih agama sesuai keyakinan masing-masing tapi masalahnya tidak tercantum dalam konteks memilih untuk tidak beragama, yang harusnya masih dalam catatan besar pemerintahan, untuk menciptakan kehidupan beragama yang harmonis sesuai panduan ideologi pancasila.
Dalam pedoman tersebut juga menyadarkan kita bahwa kehidupan beragama itu adalah atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa, dan Hidayah kepada mereka yang yakin akan kebenaran tentang beragama yang sungguh-sungguh benar rahmatan lil alamin.
2.3 Awal Manusia Beragama
Sesuaii yang telah diuarai dari penjelasan sebelumnya bahwa agama pada dasar bisa menjadi beragam itu karena persepsi manusia itu sendiri terhadap kitabnya, karena pada dasarnya Agama yang diterima oleh Allah SWT adalah islam dan memang sejak awal diciptakannya manusia yaitu dari manusia pertama nabi Adam a.s diketahui bahwa islam telah lahir bersamaan
Terbesit bahwa kenapa di dunia terdapat banyak agama untuk di pilih kenapa sang Maha Pencipta tidak menciptakan satu saja agama untuk di pilih, dan jawabannya terdapat dalam kitab agama islam yang terdapat pada Q.S Ali Imran (3) : 19 “Satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam” dan sesungguhnya Tuhan mengutus semua nabi hanya untuk menyebarkan satu yaitu agama islam. Dan Al-Quran menyebutkan bahawa terdapat 124.000 nabi yang di utus ke bumi Q.S Faatir (35) : 24 “Tidak ada satu kaum pun yang tidak di utus nabi kepadanya” Q.S Al-Ra’d (13) : 7 “Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk”. Tentunya demikian nabi yang datang untuk setiap kaum di muka bumi tidak mengajarkan apapun kecuali menundukkan kehendakmu pada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Tuhan itu Esa, tidak beranak, tidak diperanakan, tidak diciptakan, dia hanya satu dan tak ada lagi sepertinya. Seiring dengan berjalannya waktu bahwa apa yang di utuskan kepada nabi dan yang di ajarkan kepada umat menjadi rusak dan banyak diantaranya yang di ubah-ubah dalam kitabnya maupun yang telah di ajarkan, yang demikian terjadi sebelum diturunkannya Al-Quran dan di utusnya nabi terakhir yaitu nabi Muhammad s.a.w, dan sesungguhnya wahyu yang diturunkan sebelum itu bermaksud untuk kaum pada jaman itu dan dengan masa tertentu. Dikemudian hari kitab-kitab diperdebatkan karena kerusakannya dan pengubah-pengubahannya oleh ahli kitab yang dzalim itu sendiri sebelum masa turunnya Al-Quran dan nabi Muhammad s.a.w, untuk masalah iniAl-Quran meneragkannya untuk menjelaskannya pada problematika ini ”dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, malainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang –orang zalim diantara mereka, dan katakanlah: Kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu: Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah satu: dan kami hanya berserah diri kepada Nya”. (al Ankabuut:46) ayat ini menerangkan untuk senantiasa menegaskan bahwa para penganut kitab suci yang berbeda beda, sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa, jika sekiranya memang agama lain menyembah obyek (bukan Allah SWT) kita tidak berhak untuk atau dilang untuk menyakiti atau berlaku tidak sopan terhadap mereka (Asep Syaefulloh:2007). Inilah yang termasuk kedalam etika dalam beragama dan walaupun kita telah memilih agama yang salah ataupun benar tetap saja etika itu haruslah terpakai agar terciptanya kehidupan yang damai dan sejahtera seperti yang dicita-citakan bangsa Indoensia sejak dahulu. Kemudian ayat tersebut juga menerangkan bahwa untuk memengaruhi seseorang atau suatu kaum untuk mengajak ke dalam suatu kebenaran beragama, tidak boleh dengan dasar keterpaksaan dan cara yang kasar, misalnya dengan mengancamnya dengan cara membunuh keluarganya atau sebagainya, dan itu sangatlah bertentangan dengan nilai etika, yang khususnya dalam konteks ini berlawanan dalam etika memilih agama, etika memilih agama haruslah benar dan sesuai, yaitu berperilaku sopan disertai dengan cara-cara penuh kearifan, kesopanan, tuturkata yang baik dan tentu dengan argumen yang masuk akal.
2.4 Dasar Hukum Kebebasan Memilih Agama
Mengenai hukum yang mengatur tentang etika kebebasan memilih agama di Indonesia ada beberapa yang terkutip dalam peraturan pemerintah, di Indonesia sendiri ada beberapa agama besar dan mayoritas di Indonesia yaitu Islam, kristen, katolik, budha, hindu, khong hu cu, dan tak aneh jika syarat menjadi WNI adalah harus beragama, dan ada suatu problematika tentang dasar hukum yang mengatur hal ini, bolehkah dan adakah hukum yang mengatur masyarakat untuk menjadi WNI jika dia tidak termasuk agama yang tersebutkan tadi. Berikut adalah sebagian hukum yang mengatur, Penjelasan pasal 1 UU Penodaan Agama dinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Tapi, hal demikian tidak berarti bahwa agama-agama lain dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama di luar enam agama di atas mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan mereka dibiarkan keberadaanya, selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk menjadi bagian dari warga negara Indonesia itu harus beragama, baik ia memiliki atau meyakini agama diluar konteks agama terbersar di Indonesia tetapi untuk yang tidak beragama belumlah sah dan tidak memenuhi syarat sebagai warga negara Indonesia.
Kemudian ada hukum tentang kebebasan memilih agama di Indonesi yang di atur dalam konstitusi negara Indonesia yaitu sebagai berikut:
Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalamPasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut yidak tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang. Hukum-hukum itu di kutip dari www.hukumonline.com. Dalam implementasinya sering terjadi konflik, hal ini disebabkan beberapa faktor seperti diidentifikasi oleh (Setda Jabar, 2006) antara lain:
a. Faktor keagamaan
1) Pendirian Rumah Ibadah
Pendirian rumah ibadah merupakan sesuatu yang sangat hakiki bagi setiap pemeluk agama manapun, karena rumah ibadah selain berfungsi sebagai simbol kesatuan dan pertautan rasa emosi keagamaan dalam satu barisan agama, juga menjadi rumah suci untuk menjalankan dan membaktikan diri dalam kegiatan ibadah-ibadah ritual bagi pemeluk-pemeluknya. Hanya saja permasalahannya, ketika penganut agama minoritas mendirikan rumah ibadah ditengah masyarakat penganut agama mayoritas, akan menimbulkan ketegangan dan penggelembungan potensi konflik laten.
2) Penyiaran agama
Penyiaran agama minoritas yang bertujuan mengajak penganut agama mayoritas untuk konversi kepada agama minoritas, akan memunculkan reaksi spontan dari penganut agama mayoritas, karena hal itu menyinggunggung pihak yang merasa di rugikan.
3) Bantuan keagamaan dari luar negeri
Bantuan keagamaan dari luar negeri yang sebenarnya sangat berguna, namun jika kemudian diketahui dipergunakan secara keliru umpama dipergunakan penyiaran agama pihak minoritas mengajak umat mayoritas, akan menimbulkan kecemburuan.
4) Perkawinan beda agama
Perkawinan merupakan komitmen penyatuan dua individu yang berbeda jenis kelamin dengan dasar kasih dan cinta. Tetapi perkawinan bagi individu-individu yang berbeda akan banyak menimbulkan masalah; dari mulai problem pelecehan agama, prinsif agama yang dianut anak-anak, hak-hak warisan dan hak kewalian dan lain-lain. Dan jika terjadi perceraian atau kematian akan melibatkan simbol-simbol agama.
5) Perayaan hari besar keagamaan
Perayaan hari besar keagamaan sudah menjadi seremonial yang membudaya dalam masyarakat Indonesia. Permasalahan akan timbul, bukan karena peryaannya, tapi ketika harus ada pemahaman yang tegas mana yang termasuk acara seremonial dan mana yang ritual. Sebab namanya perayaan mesti akan mengundang banyak orang termasuk orang yang mungkin beda keyakinan untuk hadir dalam upacara itu. dizaman menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara, telah diatur melalui edaran menteri agama tentang tata cara pelaksanaan hari-hari besar keagamaan.
6) Penodaan Agama
Setiap agama mempunyai simbol-simbol tertentu yang disakralkan oleh para pemeluknya. Penodaan terhadap simbosimbol tersebut oleh pihak lain akan menimbulkan emosi massa agama yang merasa ternodai. Oleh karena itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang penetapan presiden no 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalah gunaan dan/atau penodaan agama.
b. Faktor non agama
1) Kesenjangan ekonomi
Sering kali konflik terjadi mengatasnamakan agama, padahal seseungguhnya berawal dari masalah ekonomi. Seperti ketersinggungan tidak dilibatkan dalam perparkiran, membangun tanpa melibatkan tenaga setempat, terlalu mencolok dalam hal berpakaian dll. Semua itu akan memicu kecemberuan sosial yang seringkali menggunakan simbol-simbol agama yang disakralkan sehingga mengundang massa keagamaan.
2) Kepentingan politik
Sebenarnya kehidupan politik dan kegamaan merupakan dua hal yang saling melengkapi jika masing masing pelakunya memandang dengan pandangan yang proporsional. Namun seringkali yang terjadi saat pelaku politik ingin mencapai
tujuannya menggunakan simbo-simbol keagamaan. Dan hal itu sering menjadi pemicu konflik, karena agama telah disalah gunakan dengan tidak proporsional. Mestinya, karena agama mengandung nilai-nilai kesucian ruhani, harus dijadikan sumber inspirasi bagi para pelaku politik untuk membangun kesadaran politik yang etis, bukan dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat sementara.
3) Provokator
Masyarakat kita sangat rentan terhadap menyusupnya Provokator yang memprovokasi massa demi kepentingan tertentu. Hal ini sering kali menjadi sumber masalah yang menimbulkan konflik dimasyarakat kita. Karenanya peran tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi panutan, harus memposisikan diri sebagai pencerah bagi masyarakat yang sudah terprovokasi tadi dengan kewibaannya.
III. Kesimpulan
Etika memilih agama memang sangat bebas dan luas tetapi yang berlaku di indonesia adalah masyarakat yang memahami dan bertuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa, tetapi di Indonesia juga memiliki toleransi kepada mereka yang memiliki agama berbeda atau yang tidak beragama yang berupa kesopanan dan juga rasa hormat sesama manusia yang mengedepankan HAM. Solusi atas segala problematik etika memilih agama yang dapat menimbulkan kehancuran bangsa sendiri atau bisa saja menimbulkan perang anatar sesama (konflik). Haruslah ada dari pihak pemerintah selaku penegak hukum dan bertanggung jawab atas masyarakatnya supaya tidak terjadi konflik dan pertentangan perlu adanya pendekatan dengan membangun kesadaran masyarakat tentang etika kehidupan sosial beragama yang damai dan sejahtera. Untuk mengatasi komunitas yang sedang berkonflik seharusnya pemerintah melakukan tahapan yaitu menyatuka keduanya supaya ada keterbukaan antara masing-masing dan kemungkinan-kemungkinan yang logis untuk menjungjung perdamaian. Pada akhirnya memang memilih agama diatas keterbukaan yang luas dengan potensi akan terjadi perpecahan haruslah ada keterbukaan, kesabaran, tanggung jawab, kedewasaan dan mengedepankan etika baik antara masayrakat dan pemerintahan.
DAFTAR PUSATAKA
- http://www.duniapelajar.com/2014/07/05/pengertian-agama-menurut-bahasa-dan-istilah/
- HE. TAJUDDDIN NOOR, ETIKA KEBEBASAN MENJALANKAN AGAMA, Klari Kab, Karawang, 2009.
- http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/003/10.html
- www.Artikata.com
- http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f4545a9b77df/bolehkah-menjadi-ateis-di-indonesia?
- Al-Quran
- Jurnal Perempuan, Menelusuri Kearifan Lokal, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta Selatan, 2008.